Penerapan pajak progresif bagi pembelian mobil kedua dan seterusnya di wilayah DKI Jakarta dinilai akan berdampak pada kinerja penjualan industri mobil. Pasalnya, sekitar 60 persen penjualan mobil di pasar nasional berada di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Meskipun seberapa besar penurunan penjualan itu belum bisa diprediksi, namun dampak itu pasti ada. Terlebih, penjualan mobil terbesar sekitar 60 persen terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya,” kata Suhari Sargo pengamat industri otomotif kepada Tempo di Jakarta, Rabu (1/12).
Hal senada juga diungkapkan Endro Nugroho, Direktur Pemasaran PT Suzuki Indomobil Sales dan Teddy Irawan, Wakil Direktur Pemasaran PT Nissan Motor Indonesia. “Kebijakan ini bisa sensitif. Tetapi seberapa besar penurunan belum bisa kami prediksi,” kata Teddy.
Namun, sebut Suhari, penyebab penurunan bukan semata-mata karena penurunan daya beli calon konsumen, tetapi juga faktor administrasi. Tumpang tindihnya data kepemilikan, tidak jelasnya acuan untuk menentukan akumulasi kepemilikan juga dinilai bakal turut memicu keengganan orang membeli mobil.
Suhari pun memberi contoh, seseorang yang telah menjual mobil miliknya-- namun pembeli tidak melakukan balik nama – kemudian membeli mobil baru. “Saat dia mau membayar dikenakan pajak progresif dengan alasan di kantor Samsat dia masih tercatat sebagai pemilik mobil yang telah dia jual,” ujar Suhari.
Kasus serupa juga bisa terjadi bila acuan untuk penentuan akumluasi kepemilikan berdasar alamat. Artinya, satu keluarga memiliki dua mobil masing-masing atas nama istri dan suami, namun dengan alamat yang sama.
“Ketika anak mereka yang sudah dewasa mau membeli mobil dikenai pajak progresif karena menggunakan alamat yang sama. Padahal, bagi anak itu mobil pertama dia,” tandas Suhari.
Baik Suhari, Endro, maupun Teddy juga menyangsikan penerapan pajak progresif mampu mengurangi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta. “Penyebab kemacetan bukan semata-mata karena jumlah kendaraan,” ujar Teddy.
Perilaku pengguna jalan yang kerap tidak tertib dan manajemen lalu lintas yang belum rapi, dinilainya juga turut menyumbang kemacetan. Bila hal itu masih terjadi, kata dia, berapa pun jumlah kendaraan yang ada, kemacetan masih terus menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta.
Sementara, Suhari menambahkan, faktor yang tak kalah penting penyebab belum berkurangnya kemacetan adalah belum tersedianya sarana angkutan massal yang aman, nyaman, serta cepat . “Selama belum ada sarana itu, ya sampai kapan pun orang akan terus membeli mobil atau motor baru maupun bekas,” imbuhnya.
Pemerintah DKI Jakarta memastikan akan memberlakukan tarif pajak progresif mulai 1 Januari 2011. Besaran tariff pajak itu 1,5 persen hingga 4 persen dari harga kendaraan itu.
Menurut Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak Provinsi DKI Jakarta Arif Susilo, Rabu (01/12), saat ini draft peraturan daerah tentang pajak itu telah diajukan ke parlemen daerah. Artikel yang mungkin anda tertarik untuk membacanya Mobil Keluarga Ideal Terbaik Indonesia
No comments:
Post a Comment